Pages

Saturday, September 14, 2013

It was a mistake


You know you're grateful enough, when everything you want is in your hand.

But what will you do, when suddenly it just disappears? And you can't try to keep it, because it already broke into pieces.

That's what I felt, when I saw a man whom I loved right in front of me.

But, kissed another girl.

Thursday, September 5, 2013

lag-lagi merindukanmu


Apa yang harus kutulis untuk mengawali segalanya? Sapaan hai atau pertanyaan apa kabar? Klise sekali rasanya, menyapa dan menanyakan sesorang yang tak apa pernah menjawabnya, apa gunanya?
Lantas apa yang harus kutulis?
Aku merindukanmu?
Nah, kalau itu rasanya terlalu mencurahkan isi hati sekali, ya?  No, no, no, just forget it. Aku ralat, anggap saja aku tak pernah mengatakan itu sebelumnya. Karena, lebih baik aku menanyakan apa kabar yang tidak akan dijawab daripada menyatakan kata rindu yang akan diabaikan.
Jadi, baiklah, aku tidak akan mengatakan apa-apa untuk mengawalinya.
Setiap orang yang membaca surat-surat untukmu (yang tak pernah terbaca) selalu bertanya kepadaku, kenapa aku tetap menulis untuk seseorang yang tak akan pernah membacanya?
Aku hanya tersenyum simpul dan menjawab, karena ini caraku untuk memerdekakan rindu, dan mendamaikan hati. Karena lewat tulisanlah aku mengungkapkan isi hatiku, mencurahkan rindu yang tak akan terbalas untukmu. Karena setiap bayangan menyakitkan tentang dirimu, hanya kata-lah yang dapat menenangkanku. Karena lewat kata-lah, aku memerdekakan rindu, membuatnya terbebas, tanpa dibayangi oleh rasa sesak.
Aku akan terus menulis, menulis, dan menulis setiap kata saat dada ini sesak dipenuhi luka yang engkau torehkan. Kata-lah obat penyembuhku. Maka dari itu, aku selalu menulis kata, agar hati ini tak terlalu perih saat mengenangmu.
Jadi, aku mohon, jangan pernah menyuruhku untuk berhenti menulis segala tentang kamu disini, ya? Karena berhenti menulis sama sulitnya seperti berhenti mencintaimu.
Aku ragu bisa melakukan keduanya. Karena keduanya, tulisan dan dirimu, akan selalu berjalan bersisian. Kau bagaikan inspirasi dari segala tulisanku, mungkin jika kau tidak pernah datang dalam hidupku, dan menghancurkan hatiku, tulisan-tulisan sedih ini tidak akan pernah ada.
Lalu, apa yang lebih baik? Kedatanganmu yang menorehkan luka dihatiku juga memberiku inpirasi untuk menulis, atau ketiadaanmu yang akan membuat hatiku sehat-sehat saja namun membuat tulisan-tulisanku pun tiada.
Aku tidak tahu mana yang lebih baik. Tapi marilah bersyukur, karena berkat kau dan pisau yang kau tancapkan dihatiku, aku mendapat inpirasi untuk menulis. Jadi, terimakasih untuk hal itu.
Dan seketika, setelah menulisakan ucapan terimakasih itu, aku datap mendengar suara tawa mengejek dari boneka-boneka di atas kasurku.
Mereka bilang, aku bodoh karena mengucapkan terimakasih pada seseorang yang sudah mengacak-ngacak hatiku.
And, yes, they’re right.
Dan aku juga ingat kau sering bilang begitu padaku, akibat keteledoran yang kulakukan, namun setelahnya kau akan memelukku, dan berkata “jangan teledor lagi ya.” setelah kau membereskan segala kekacauan yang telah kuperbuat, tanpa caci maki dan kalimat-kalimat kasar. Kau hanya akan berkata 4 kata itu saja, lalu mencoba mengembalikan moodku karena aku terlalu merasa bersalah, dan lagi-lagi, kalimat yang keluar dari bibirmu itu menenangkan, kau bilang, “aku suka kok jadi orang yang selalu ngeberesin masalah yang kamu bikin, itu bikin kamu gak akan bisa lepas sama aku. Iya kan?” lalu kau tersenyum, dan kita akan tertawa bersama, melupakan hal buruk yang terjadi beberapa jam lalu.
Dan kau benar, aku akan selalu terikat dengan kehadiranmu, selamanya tidak bisa lepas dari bayangmu. Hingga saat ini.
 Kau benar sekali waktu itu, tapi saat itu, aku tak pernah membayangkan akan sesakit ini rasanya.
Dan beginilah takdir untukku akhirnya, kau pergi, dan aku masih tak bisa lepas dari bayanganmu.  Kau sehat-sehat saja, dan aku terus mencoba mengobati luka dihatiku dengan kata yang kutulis -yang jelas-jelas tidak akan ada di resep dokter- kau bahagia akhirnya, dan aku meringis menahan perih tepat didasar hatiku, lalu akan meneteskan air mata saat aku tak kuasa lagi menahannya.
Kenapa Tuhan harus mempertemukanku dengan seseorang yang akhirnya hanya akan membuatku menangis?
Kenapa Tuhan harus mempertemukan kita saat itu, jika pada akhirnya kau akan pergi, dan meninggalkanku dengan membawa hati, semangat, dan jiwaku, lalu membiarkan aku berperang dengan rasa sakit sendirian?
Aku ingat saat itu, saat aku terisak kencang, kau datang tepat saat aku tak kuasa berdiri, lalu dengan senyuman manis yang kau punya, kau menyeka air mataku yang entah keberapa kali sudah terjatuh, lalu memelukku, dan berbisik bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Namun itu dulu, sebelum kau pergi, dan masih menjadi milikku. Lalu kenyataannya hari ini? Bertolak belakang, kau sudah pergi dan bukan milikku lagi.
Ouch. Hatiku tiba-tiba menjerit kesakitan saat mendengar bagian terakhir yang tadi kukatakan, lalu sakitnya beruntun pada kedua mataku yang tiba-tiba menteskan air mata.
Seandainya masih ada sosokmu disini, mungkin keadaanya tidak akan semenyakitkan ini, tidak akan ada hatiku yang terluka, dan tidak akan ada air mata yang jatuh setiap malam akibat terlalu merindukanmu yang telah pergi.
Mengenangmu seperti membuka lembar demi lembar cerita yang menyakitkan. Ujung-ujungnya hanya akan membuatku menangis dan merobek luka di hatiku semakin dalam.
Namun, otak ini tak akan pernah berhenti memutar segala hal tentangmu, begitupun dengan hati ini, yang tak akan pernah berhenti mencintaimu.
Terkadang, aku berharap aku mengidap amnesia, agar aku dapat mengenyahkan segala kenangan yang terus menerus menggerogoti hatiku.
Aku ingin sekali bersikap egois, dengan menahanmu disini. Atau menjadi orang jahat, dengan berharap bahwa kau akan mengalami pedih yang aku rasakan.
Tapi aku tidak bisa mengucapkan kata amin setelahnya, karena walau kau telah menyakiti aku sebegitu parahnya, dan meninggalkanku tanpa ucapan selamat tinggal, lalu hanya memberiku luka pada akhirnya, aku akan tetap berterimakasih karena kau pernah singgah disini, walalu hanya untuk menorehkan luka dan pergi pada akhirnya..
Aku akan selalu mengirimmu doa agar bahagia selalu berada disisimu.

5 September 2013, dan lagi-lagi merindukanmu.

P.S: Handphone-ku hilang tepat pada sore ini, dengan segala draft novel perdanaku yang belum aku copy ke media lain. Sedih rasanya, kedua hal yang menjadi penyemangatku hilang, kau, dan tulisan itu. Apa ini maksud Tuhan agar kau dan aku tak akan pernah bisa berhubungan lagi? Atau mungkin ini cara Tuhan agar membuatku lupa pada dirimu? Karena kau tahu, di dalam handphone itu, segalanya tertuju padamu, handphone itu merekam manis dan pahitnya cerita kita, handphone itu menjadi saksi kebahagianku, juga saksi patah hatiku setelah kau tinggal pergi. Foto-foto bodoh kita, video tolol saat kita sok meng-cover lagu, dan pesan singkat sejak awal hingga semuanya hancur masih tersimpan rapi di memori handphone itu. Dan juga banyak sekali tulisan di Notepad yang menjadi pelampiasanku saat luka dihatiku terobek kembali karena ingatan tentang dirimu yang tiba-tiba muncul. Dan sekarang, aku harus kehilangan itu semua, sama seperti aku harus kehilanganmu. Apa kehilangan memang takdir setiap manusia didunia ini? Namun, walaupun handphone dan segala saksi tentang cerita kita sudah lenyap, bayanganmu akan selalu menempati ruang di otakku, juga namamu yang akan selalu terukir di hatiku. Dan, kamu, berhati-hatilah, supaya kehilangan tidak tahu keberadaanmu. Berbahagialah selalu, kepala batu.