"Mau?" Ujar lelaki bermata coklat yang sekarang
sedang berdiri didepanku, tersenyum sambil menawariku sebuah es krim
kesukaanku.
"No, thanks." Jawabku kurang antusias, baru kali
ini aku menolak tawaran es krim vanilla yang selalu sukses membuat seluruh bagian
di dalam mulutku menginginkannya.
Dia ikut duduk di sebelahku, dan menatapku dengan tatapan,
"are you serious?", dan tersenyum menantang,
"Oh, come on.. Just forget that fuckin' thing, and
enjoy this." Ujarnya sambil menyendoki es krim vanilla ke dalam mulutnya,
seolah belum puas membuat aku menelan air liurku sendiri, dia menjilat rasa
vanilla yang tersisa di sendoknya.
Dapat kurasakan teriakan dari dalam kerongkonganku saat
mencium aroma es krim vanilla ini. Aku hanya menelan ludah, dan menatap laki-laki
di depanku dengan tatapan lapar; lapar karena menginginkan yang ada di dalam
mulutnya.... Sesendok es krim vanilla.
"Hey, wake up! Wake up!" Perempuan itu mengguncang badan seorang
laki-laki dibalik selimut, menyuruhnya untuk segera bangun.
Laki-laki itu mengeram, tidak terima mimpi indahnya diganggu oleh guncangan
tangan-oleh siapapun itu-, lalu menarik selimutnya lebih atas, dan terpejam
kembali.
Tapi perempuan itu tidak menyerah, ia terus menerus menyerang dan
mengguncang agar lelaki itu segera bangun dari tidurnya.
"Yaampun, kebo, it's almost 8 a.m. Stop dreaming! And wake up!"
Teriaknya menyerah.
"Apaan sih? It's fucking sunday." Akhirnya, laki-laki itu membuka
matanya, walau setengah sadar.
"Bangun." Jawab perempuan berwajah oval itu sambil tersenyum
manis.
"Kamu kok disini?" Kali ini matanya benar-benar terbuka sadar,
terbelaklah ia karena melihat mimpi indahnya menjadi kenyataan, berada tepat di
depan matanya.
"Did you forget I also have this?" Jawab perempuan itu sambil
mengacungkan sebuah kunci pintu apartemen. Lalu tersenyum meremehkan, oh, dan
juga tidak lupa untuk menggigit bibir bawahnya, menggoda laki-laki yang
tubuhnya masih berada ditempat tidur itu.
"Shit, yeah, right."
"Come on, wake up and go take a bath. You smell like onion." Ujar
perempuan itu mencibir.
"I didn't eat any onion last night, how can I smell like that?"
Jawabanya sambil mengerutkan dahi, dan perempuan itu langsung tertawa.
"Orang baru bangun tidur itu emang fungsi otaknya gak bekerja ya?
Udah, gih, mandi sana."
"I will if you are too." Ujarnya sambil mengedipkan mata.
Dasar laki-laki, disuruh bangun tidur, yang bangun malah apanya, belum
mandi aja sempet-sempetnya flirting gak jelas. Yeah, boys. But girls like that,
no?
Perempuan itu hanya tersenyum mencibir, menggeleng-gelengkan kepala atas
kelakuan laki-laki didepan matanya ini, kemudian tertawa karena sekurang ajar
apapun lelaki di depannya ini, namanya akan selalu mendapat ruang khusus
dihatinya.
"Too bad, but I'm already take a bath, handsome." Jawabnya,
kemudian berlalu, dengan sudut bibir yang terangkat keatas.
Dan laki-laki itu mendengus mendengar jawabannya, namun sejujurnya, hatinya
bersorak ria karena kehadiran perempuan itu menjadikan mimpi indah yang tadi
diganggunya berada jelas-jelas didepan matanya.
Bagaimana keadaanmu
nun jauh di sana? Bagaimana kota yang sering kau damba-dambakan itu? Indahkah?
Menyenangkan? Selamat.. Akhirnya, kau bisa menjejakkan kakimu sendiri dikota
itu. Membayangkan senyummu yang merekah saat pertama kali menjejakkan kaki di kota
itu, rasanya ingin sekali aku berada disampingmu, berbagi senyum dan
kebahagiaan.
Bangga sekali aku mendengar berita tentang kesuksesanmu itu,
akhirnya kau tinggal beberapa langkah lagi untuk menjadikan mimpimu menjadi
kenyataan. Aku tahu, sejak awal, sejak
malam itu, saat kau berbagi impianmu padaku, aku yakin, kau pasti akan berhasil
mencapainya suatu saat kelak. Dan, Tuhan Maha Baik, Dia mengabulkannya saat
ini. Betapa aku ingin berterimakasih pada Tuhan, karena telah membuat mimpi
seseorang yang begitu berharga bagiku menjadi bukan sekedar angan-angan lagi,
karena sebentar lagi kau dapat mencapainya. Betapa aku bersyukur pada-Nya,
karena dapat menyaksikanmu begitu bahagia.
Walau disini, aku
harus menahan tangis karena kepergianmu. Tidak, seharusnya aku tak menangis,
seharusnya aku turut bahagia karena pria yang kucintai sedang menjadikan
mimpinya menjadi nyata. Namun bagaimana caranya aku bisa bahagia, saat dada ini
begitu sesak, saat tiba-tiba relung hatiku dipenuhi oleh beribu-ribu luka yang
tumbuh seiring perginya dirimu? Bagaimana caranya aku bisa bernafas lega saat
lubang-lubang menganga itu tiba-tiba datang seiringnya hilangnya kamu dari
penglihatanku?
Beritahu aku,
bagiamana caranya? Ini terlalu sulit untuk kujalani sendirian. Lukanya begitu besar
untuk ku obati seorang diri. Aku tak yakin bisa melakukan hal itu. Aku butuh
dirimu, seperti dulu.
Ingin rasanya saat itu
aku mencegahmu untuk pergi. Ingin rasanya aku berteriak menyuruhmu untuk tetap
tinggal. Ingin rasanya aku memelukmu dan tak akan melepaskan pelukan itu. Ingin
rasanya aku menahanmu untuk tetap selalu berada disini, bersamaku.
Tapi aku tidak bisa menjadi orang se-egois itu, aku tidak bisa
menahanmu untuk pergi, aku bahkan tidak berkata apa-apa, apalagi memelukmu, aku
sampai tak berani karena takut tak dapat melepasnya lagi, dan aku malah
bersembunyi dalam tidurku, memaksa diriku sendiri lupa akan jadwal kepergianmu
saat itu, membuat diriku sendiri terlelap dalam mimpi dan berharap dapat
melupakanmu sejak saat itu.. tapi hingga
saat ini pun, sejak satu bulan kepergianmu, kau masih tetap menjadi orang nomor
satu dalam pikiranku, menjadi orang nomor satu yang mengisi relung hatiku.
Kupikir, saat itu,
seiring dengan berjalannya waktu, aku dapat mengenyahkan bayanganmu dari
hidupku. Namun ternyata, bayanganmu selalu berada di bawah telapak kakiku,
mengikutiku kemanapun kakiku melangkah, dan membuat hatiku tertohok setiap aku
menengok kebawah, aku melihat bayanganmu disana.. Dan seketika itu juga,
kenangan langsung membanjiri mataku seiring dengan tersusunnya puzzle kenangan
bersama dirimu dulu.
Terkadang, saat sedang sakit-sakitnya aku karena begitu
merindukanmu, aku ingin sekali meminta Tuhan membawamu kembali padaku, tapi aku
tahu, dengan harapanku yang konyol itu, aku bisa merusak mimpimu kapan saja,
dan menghalangimu untuk bahagia.
Saat aku berfikir
seperti itu.. Aku merasa jahat sekali karena ingin menghancurkan mimpimu demi
sembuhnya luka dihatiku. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku tidak bisa
membiarkan dirimu menderita karena mimpimu hangus, pun aku tak bisa membiarkan
diriku menderita karena ditinggal dirimu.
Aku egois sekali, ya?
Maaf, hatiku terlalu merindukanmu. Tapi tenang saja.. semua itu hanya sebuah
harapan yang tidak akan pernah aku sebut dalam doaku, karena aku tak akan pernah
merusak kebahagianmu, walau hatiku menjerit sakit menginginkamu disini.
Namun mirisnya diriku..
I wish for someone happiness who never wish for mine. Ada satu hal yang
ingin aku tanyakan, apa pernah sebentar saja diriku terlintas dalam pikiranmu
sesering dirimu yang terlintas dalam pikiranku? Apa pernah kau menyebut namaku
dan kebahagiaan dalam satu doa? Apa pernah kau mengharapkan aku bahagia sebesar
aku mengharapkan kau bahagia?
I guess.. No. Because
you already forget me here. Aku tahu itu,
tapi aku masih saja membumbui hatiku kebohongan indah bahwa mungkin kau akan
mengingatku sesekali dalam keseharianmu, sama seperti apa yang aku lakukan
sejak kau tinggal pergi begitu saja.
Seharusnya aku
berhenti menulis surat yang tak akan pernah kau baca ini. Seharusnya aku
menghentikan jemariku untuk menghidupkan kata-kata untukmu. Seharusnya aku
benturkan kepalaku, agar aku lupa akan dirimu. Seharusnya juga aku maki hatiku
agar berhenti menulis namamu disana. Dan seharusnya aku menghentikan cerita
satu arah ini. Seharusnya aku tancapkan saja pisau pada paragraf yang ingin aku
tulis! Agar semuanya berhenti, agar semuanya berakhir, agar tak ada lagi kita
dalam bayanganku, agar tak ada lagi aku yang terluka.
Namun, pisau itu tidak
aku tancapkan pada paragraf tentang kita, aku malah menancapkannya pada hatiku
yang sudah terluka.
Aku mungkin bisa
menghentikan jemariku menulis semua tentang dirimu, tapi aku tak mungkin bisa
menghentikan hatiku untuk tetap mencintaimu, pun menyingkirkan segala kenangan
tentang mu dari ruang otakku.
Pernah sesekali aku berdoa pada Tuhan agar kau merasakan sesakit
apa rasanya saat kau harus berurusan dengan kata kehilangan, namun bukannya
kata amin yang kuucap kemudian, aku malah memaki kebodohanku, dan berharap
Tuhan saat itu sedang sibuk sehingga tidak mendengar doa bodohku tadi, lantas
ku ganti doa itu agar kau selalu bahagia, dan semoga kehilangan tak pernah
mengendus keberadaanmu.
Karena.. aku tak bisa
membayangkan, dan tak ingin membayangkan, jika harus melihatmu seperti apa yang
aku lihat setiap hari dicermin kamarku, hancur, berantakan, dan begitu
menyedihkan.
Maka, sekali lagi, aku
berdoa pada Tuhan agar bahagia selalu mengiringi hidupmu.
Dan, aku berdoa pada
Tuhan, agar sosok dalam cermin kamarku itu diberi kekuatan dan kesabaran untuk
mengobati lukanya seorang diri.
Sudah pukul 1 pagi,
hari sudah berganti, dan jarum jam seolah-olah memelototiku untuk segera
terpejam. Maka, inilah akhir surat yang bukan surat terakhirku untukmu, mungkin
masih akan ada surat-surat lain, yang akan kutulis jika aku merindukanmu
kembali.
Dan.. Kuakhiri surat
ini dengan tetesan terakhir air dari mataku. Selamat malam, semoga kau bisa
merasakan doa yang kupanjatkan segera menjadi kenyataan.
6 agustus 2013, pukul 1 pagi, dan segalanya masih tentang kamu.
P.S: kudengar di
kotamu pada bulan Oktober nanti suhu dingin diperkirakan akan menginjak 16
derajat Celcius. Aku tahu itu masih 2 bulan yang akan datang. Tapi
khawatir aku tak dapat mengingatkanmu lagi, maka ku ingatkan saja sekarang. Jangan
lupa untuk menggunakan jaket yang pernah ku berikan untuk kado ulangtahunmu
dulu, ya? Itupun jika kau masih
menyimpannya. Jika tidak, ya kau pakailah pakaian yang dapat membuatmu hangat.
Aku tak ingin mendengar kabar buruk tentangmu karena menggigil hebat atau hal
semacamnya. Karena tak akan ada lagi pelukanku yang dapat menghangatkanmu,
walau begitu, aku akan selalu menghantarkan doa agar menjagamu selalu sehat.
Aku disini amat merindukanmu. Cepatlah kau capai dan jadikan mimpimu menjadi
benar-benar nyata. Dan jaga dirimu baik-baik, kepala batu. Te amo.